Stop Kosmetik Bermerkuri! Kulit Putih, Tak Se-Instan itu

 


Untuk kebanyakan perempuan, khususnya di Indonesia yang beriklim tropis, jujur saja, warna kulit, masih menjadi bahan candaan, yang terdengar biasa saja. Padahal, sedikit disebut berkulit hitam atau dipanggil si hitam saja, perempuan bisa insecure, lho. Rasanya, bukan seorang perempuan sempurna, cantik, dan memikat, jika tak berkulit putih.

Jargon-jargon dari iklan, sejak puluhan tahun lalu, sebenarnya merupakan sebuah kesalahan, apalagi pernah ada yang menyebutkan kalau cantik itu putih. Ini sungguh jahat sekali. Seorang perempuan, seakan tak berharga jika tak memiliki kulit putih. Dia merasa tak sempurna. sehingga tak segan-segan, menghabiskan uangnya, untuk membeli produk pemutih instan, yang mengandung merkuri, supaya dipandang cantik.

Standar kecantikan (beauty standard) di Indonesia, memang seperti itu dari dulu. Semakin putih kulit wajah seseorang, semakin tinggilah kedudukannya, berikut semakin dipandang lebih cantik. Saya sendiri, merasa kecewa dengan itu. Malah dulu, karena saya berkulit sawo matang, khas perempuan Aceh, yang tinggalnya hampir ke pinggir laut, setelah saya pindah ke kota kediaman saya sekarang, saya semakin tidak dianggap (SMA), sehingga sering tak dipedulikan dan disepelekan. Parahnya, ketika saya kuliah, kulit saya yang sawo matang itu disebut, karena saya kebanyakan makan kecap. Apa hubungannya? Ya karena saya orangnya tak peduli, saya tak peduli. Tapi, ejekan tak berkulit putih itu, ditanggapi oleh beberapa teman lain, sehingga dalam beberapa hari, mereka tampak berkulit putih, serta glowing.

Awalnya saya heran, kok bisa secepat itu prosesnya? Apa tak perih karena kulitnya putih, pink seperti itu? Setelah saya tanya, saya ditunjukkan rahasianya. Krim pagi dan malam dalam wadah kecil. Sungguh, saya tak tertarik menanyakan harganya, apalagi membelinya. Tapi kata kawan saya, harganya murah. Saya langsung berpikir, krim apa semurah itu?

Eh, belum sempat saya berpikir, asisten RT di rumah kakak saya, sebutlah Nana. Dia juga memakai krim yang sama dengan yang dimiliki kawan saya tadi. Malah dia punya banyak stok. Dia cuma bilang, krimnya bagus dan mesti digunakan terus. Saya jadi berpikir, mungkin memang sedang hits krim tersebut, sehingga murah harga jualnya, jadi banyak yang pakai. Ternyata, memang hasilnya instan. Lucunya Si Nana, krimnya hanya digunakan di area wajah, sehingga wajahnya putih, bersih, dan glowing. Sedangkan leher dan tangannya, tetap cokelat, seperti kulit wajahnya sebelum penggunaan krim tersebut. Dia bilang, pakai krim itu, tak perlu pakai bedak lagi.

Lama-lama saya makin berpikir dan cari tahu sendiri terkait krim tersebut, apakah ada efek sampingnya? Benar saja, guys. Jika tak diteruskan penggunaannya, wajah akan kembali ke kulit awal, malah lebih gelap dan kemerahan. Ngeri!

Nah, karena saya dulu sempat kuliah di jurusan sekretaris, saya pun mulai merawat diri. Satu per satu, saya beli masker, foundation, juga bedak, produk dalam negeri yang sudah melegenda. Kulit saya, baik-baik saja. Saat itu, saya sudah menyukai penggunaan eye liner hitam. Saya tanya sama salah seorang kawan. Dia juga tak menyebutkan merknya. Jadi saya asal beli dan saya kapok pakai eye liner murah dan no brand. Kelopak mata saya bengkak, gaes! Masih untung saya pakai kaca mata. Tapi ya tetap kelihatan juga. Sembuhnya, minum obat alergi. Duh! Akhirnya produk antah berantah itu, saya buang, dan saya beli produk lokal dan bagus.

Yes. Saya pernah salah, berikut teman-teman sekalian juga. Ngaku aja :D

Makanya ketika dibuka pendaftaran untuk ikut pada talkshow webinar. Cosmetalk bersama Badan POM RI, berjudul “Stop Kosmetik Bermerkuri: Akhiri Obsesi Putih dalam Sekejap, Bangga dengan Warna Kulitmu!”, tanpa tunggu lama, langsung saya daftar. Saya ingin mengetahui lebih lanjut, tentang isi kandungan sebuah produk, yang aman dan boleh dipakai, khususnya untuk perempuan Indonesia, dan pastinya, sudah lulus Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI), agar saya dapat menginformasikan kepada teman-teman, produk apa yang boleh kita pakai, secara terus-menerus.

Blogger adalah Agen Perubahan


Pada sub judul di atas, saya katakan, blogger adalah agen perubahan. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Ketua Badan POM RI, Dr. Penny K. Lukito MCP, yang mengatakan, kita semua (termasuk blogger), wajib menggaungkan bahwa kecantikan kulit ini tak harus putih. Memang tentang kecantikan itu, merupakan concern dari kita semua. Maka dari itu kita wajib menepis stigma bahwa kecantikan itu didapat dengan kulit wajah yang putih. Kulit warna apapun dikatakannya, tetap cantik asalkan dirawat dengan sehat. Semangat ini yang harus digaungkan. Kulit cerah, didapatkan dari bahan-bahan alami, bukan bahan bermerkuri karena efek sampingnya berbahaya.  

Sudah ada, Peraturan Presiden (Perpres) 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Merkuri di berbagai sektor kehidupan. Program ini harus terus digaungkan bersama, untuk menghilangkan produk-produk bermerkuri, khususnya di bahan kosmetik. Selain itu, penting terus disosialisasikan, produk-produk alami yang tidak berbahaya, seperti Pepaya dan Niacinamide.

BPOM disebutkannya, sudah dan akan terus mengedukasi, koordinasi dengan berbagai pihak, juga meningkatkan pengawasan kosmetik bermerkuri di pasar-pasar dan retailer-retailer. Sebagai masyarakat, kita harus tanggap dengan hal itu, kita wajib mengedukasi masyarakat, agar jangan menggunakan dan membeli produk-produk bermerkuri. Sebaiknya, kita selalu cek label, izin edar dari BPOM RI, dan kita harus mencari bahan-bahan yang baik sebagai penggantinya.

Cantik Harus Putih dengan Bahan Instan. Benarkah?

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik, Dra. Reri Indriani, Apt., M. Si, menyampaikan mitos yang beredar di masyarakat, yaitu cantik itu harus putih. Ini persepsi salah yang ada di masyarakat, akibat masuknya budaya barat, sehingga ada kesempatan dari pelaku usaha yang menjual produk yang menjanjikan kulit putih. Ada yang memang benar, ada yang hanya ingin meraup rupiah. Lama-lama, media massa ikut membentuk persepsi tersebut. Sehingga kita semua, yang kulitnya sawo matang, tidak percaya diri kalau kulit tidak putih. Mitos ini, harus dipatahkan, karena kita harus mengutamakan inner beauty.

Kulit berwarna sawo matang di Indonesia, sudah sesuai dengan alam, karena kulit sawo matang, memiliki kekuatan lebih (proteksi) dari sinar ultraviolet. Ini harus kita syukuri karena kita tak perlu tanning, kita punya matahari relatif sepanjang tahun. Yang paling penting itu, adalah pemeliharaannya. Kulit sawo mata dan glowing, itu kan keren sekali.

Kita harus memiliki kepercayaan diri dengan kulit kita, jangan terpengaruh sama media, apalagi produk-produk pemutih instan yang sudah pasti ada merkurinya, yang sudah pasti bahaya.

Kenapa?

Berdasarkan kajian ilmiah dan penelitian pada hewan uji, dan juga sudah ada laporan yang terjadi ke manusia, merkuri dapat menyebabkan berbagai gangguan pada tubuh seperti kanker, gangguann pada janin (digunakan oleh ibu hami), gangguan syaraf, hingga gagal ginjal yang sifatnya kronis.

Orangtua berperan Penting dalam Membentuk Kepercayaan Diri Si Anak

Menurut Psikolog/Influencer Analisa Widyaningrum, Stigma dan persepsi kulit putih di Indonesia ini negatif. Mereka melihat kulit cantik ke barat. Padahal kalau di barat sendiri, malah lebih suka dengan kulit gelap seperti kita. Lingkungan keluarga (pola asuh) dari orang tua ini kunci utamanya, karena kita kan tidak bisa mengontrol bisnis dan media, yang tak bisa kita kontrol.

Bagaimana agar kita tidak terpengaruh stigma?

1.   Sistem Kepercayaan (Belief System), dari keluarga sendiri. Support.

Jadi orangtua memberikan suatu pola asuh seperti apresiasi dan komunikasi yang aktif dengan anak, sehingga si anak, tak perlu melihat hal-hal di luar keluarga. Mereka bisa dibekali dengan rasa percaya diri dari keluarga, juga lingkungan sekolah, yang baik.

2.   Pengalaman dan Pengetahuan (Experience and Knowledge)

Banyak mencari tahu, banyak membaca, pengalaman orang lain yang pernah gagal, supaya kita belajar dari kesalahan orang lain dan jadi mawas diri.

3.   Media

Bagaimana media, bisa meningkatkan kepercayaan diri para perempuan Indonesia, agar tak terlalu Wow (terkagum-kagum) melihat orang lain, yang berbeda tempat dengan kita.

Yang pasti, jangan membandingkan diri kita dengan orang lain. Belajar bersyukur!

Apa yang harus diperhatikan dalam memilih produk pencerah?

Bukan berarti kulit cokelat tak bisa cantik dong! Kita harus melakukan perawatan dari luar, seperti skin care yang aman, yang sudah ber-BPOM dan juga dari dalam, seperti makanan dan minuman yang  baik, termasuk kebiasaan harian kita.

Warna Kulit karena Keturunan?

Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dr. Listya Paramita, Sp. KK, menyampaikan, warna kulit tersebut, merupakan karunia Tuhan yang tak bisa diubah. Inilah yang disebut faktor genetik.

Kemudian, manusia itu kan berevolusi. Nah, lama-kelamaan, kita yang memiliki sinar matahari melimpah ruah, mengalami mutasi genetik, yang menyebabkan kulitnya berubah menjadi lebih gelap. Ini tidak masalah, karena kulit sawo matang/gelap, merupakan proteksi dari sinar matahari (SPF alami).  Wah, ini keuntungan kita ya, gaes! Anugerah!

Kita Harus Bangga dengan Kulit Kita!


Asmara Abigail yang sempat menempuh pendidikan di Italia mengatakan, kita harus bangga dengan kulit kita. Berbicara tentang standar kulit putih, kata Asmara, memang sudah ada sejak dulu. Tapi itu tidak mutlak menjadikan kita cantik. Cantik didapatkan dengan diri yang bahagia. Bukan dengan cara-cara instan yang berbahaya, apalagi karena tekanan dan stigma dari masyarakat. Kita sebaiknya harus bersyukur karena memiliki matahari yang cukup untuk menyinari kita di Indonesia. Kalau di Italia sendiri kata Asmara lagi, mereka sangat menikmati summer dan summer itu kesempatan untuk liburan.

Saya sendiri jadi teringat obrolan dengan seorang kawan yang kebetulan dari Spanyol. Dia bilang, “Kamu beruntung sekali hidup di Indonesia. Indonesia punya cuaca yang bagus. Setiap hari memiliki matahari yang cukup, tidak perlu tanning, kulitmu sudah cantik. Kulit dambaan orang-orang Eropa. Sedangkan kami di sini, khususnya orang-orang kaya dari Inggris, sangat menunggu musim panas (summer). Biasanya mereka liburan ke Spanyol selatan, yang menghadap ke laut Mediterania, hanya untuk tanning.”

Mendengar apa yang diampaikannya, saya jadi makin percaya diri dengan warna kulit saya, apalagi dari dulu, saya tak pernah mau menggunakan produk pemutih instan. Kalau mau pakai produk pencerah, pilih produk yang aman dan sudah ber-Badan POM. Ini pun bukan untuk memutihkan, tetapi untuk membantu menyelesaikan secara bertahap, bekas jerawat, juga warna kulit yang tak rata, serta kekusamannya, agar tampak glowing.

Perempuan Pintar itu Cantik

Sementara menurut Rayi RAN, yang barangkali, bisa disebut mewakili suara laki-laki, kecantikan itu tidak harus dari luar (fisik dan kulit putih), tetapi juga mesti dari dalam. Tidak salah memang menjaga penampilan dengan memiliki kulit yang bersih dan sehat. Kalau kita memiliki keinginan untuk lebih cantik dan menarik, tak mesti harus putih. Tapi dengan menyehatkan diri. Itu lebih tepat. Kata putih itu yang tak tepat, menurut Rayi. Ditambahkannya, kita sebaiknya, fokus ke talenta yang kita miliki. Seorang perempuan itu cantik, ketika dia nyambung saat diajak bicara, karena berwawasan luas. Toh, untuk cari partner hidup, mesti yang berwawasan. Kalau Cuma cantik atau ganteng saja, nanti juga pudar, kan?

Maka dari itu, saat ada seorang teman bertanya kepada saya, setelah dua kali menjawab, selebihnya saya suruh membaca, jangan malas. So gaes,,, jadilah perempuan yang berwawasan!

Beauty Standard, Bukan di Indonesia Saja

Selain obrolan menarik di atas, yang paling membekas di ingatan saya, bahwa tentang beauty standard tersebut, tak hanya dialami oleh kita, orang Indonesia, tapi dialami juga oleh seorang laki-laki Bangladesh, Galib namanya, yang memang kulitnya sawo matang/gelap, khas Bangladesh. Menurutnya, orang-orang lebih banyak melihat warna kulit seseorang, dari pada kualitasnya. 

Ada juga Xaviera, seorang perempuan Amerika Latin – Chile, yang memang kulitnya juga cenderung ke sawo matang. Dia jadi tidak PD karena menurut keluarga dan media di negaranya, kulitnya itu, tidak cantik, lalu dia minder. Suatu ketika, dia pindah ke Belanda, di mana hampir semua orang berkulit putih cerah, memakai make up dan ke salon hanya untuk tanning. Orang-orang di Belanda, malah memuji kulit Xaviera.

Tak ketingggalan, di acara tersebut juga ada testimoni dari Runner Up V Puteri Indonesia 2020 Yoan Clara, Peneliti Kajian Wanita Ayu Sarasawati Ph.D, para beauty influencer seperti CheaNuh (Beauty Blogger dari Bali dan Dara Nytia (Youtuber Jakarta), dan Make up Artist Irwan Ryadi (Jakarta). Intinya mereka menyampaikan, tak perlu kulit putih. kalau mau pakai make up dan skin care, silakan saja. Yang pasti, tetaplah percaya diri dengan warna kulit kita. Dan kenakan pakaian apa yang pantas kita kenakan.

Putih dan glowing pakai merkuri? Big No! Rawat Pakai Bahan Alami, ya! Tetaplah bersyukur, karena kulit kita yang sawo matang ini, mampu meminimalkan kita dari resiko kanker kulit.

So guys, kalau kamu lihat orang-orang kulitnya tiba-tiba putih, tanyakan padanya, apakah produknya mengandung merkuri? suruh cek deh!

Kenapa? Karena tak ada yang instan di dunia ini, selain mie instan (informasiNet)

 



 

 

0 Comment